"Rumah Cinta Nafisa"
Oleh Mohammad Ilyas Sunnah
Kebahagian tak mesti bersemayam di rumah besar bertingkat yang ditunggui sekuriti berkumis tebal dengan pandangan mata yang senantiasa nanar waspada. Tetapi, justru sering bermekaran segar di naungan rumah-rumah bersahaja yang penuh kesederhanaan.
Kebahagiaan juga tak mesti ditandai dengan pekarangan yang luas berpagar
besi dikelilingi bunga-bunga aneka warna. Namun bisa jadi, justru di
balik pagar batu bata sederhana yang tak sempat dicat, kebahagiaan itu
menjelma dengan polosnya, murni, penuh gairah, tak kenal lelah.
Tampaknya, prinsip inilah yang ingin ditularkan "Rumah Cinta Nafisa" ke
tetangga lingkungan sekitarnya, khususnya di kampung-kumpung bantaran
Kali Code, yang dikenal daerah kantong kemiskinan Kota Yogyakarta itu.
Rumah Cinta Nafisa ini diawaki oleh Ibu Estuning, S.I.P dan suami,
beserta para santri-santriwati kalong yang sering mengaji di rumah
sederhana ini. Di rumah ini, berbagai kegiatan telah digelar untuk
menghadirkan kebahagiaan keluarga dan kebahagiaan masyarakat di
sekitarnya.
Sungguh beruntung, aktivitas Sang Ibu Kader PKS ini karena didukung
penuh oleh sang suami bukan saja dengan materi, tapi juga dengan
pembersamaan yang prima dalam setiap gerak langkahnya.
Sang suami yang dikenal sebagai pakar microfinance (manajemen uang
kecil-kecil) serta pengembang Gerakan Sugih Sholeh DIY ini, juga pakar
sambel tempe dan kiat sukses mengayun anak alias sukses momong anak.
Dengan demikian, sang istri bisa berperan dalam keluarga dan berkiprah
di tengah masyarakatnya dengan leluasa. Bahkan, pembersamaan sang suami
itu berhasil menghantarkan ibu alumnus FISIPOL UMY ini selain sukses
menjadi Dosen Pengajar STAIMS Yogyakarta kini juga bisa berperan aktif
sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan (Bidpuan) DPD PKS Kota
Yogyakarta.
Sisi yang lain, Sang Suami merupakan pekerja dakwah yang sangat teguh
(alias saklek) dalam memegangi prinsip “the silent activity”. Baginya,
publikasi media tak terlalu penting, tetapi yang penting kita tetap
bekerja, beramal sebanyak-banyaknya. Cukuplah Allah yang menyaksikan,
dan para malaikat yang mencatatnya.
Bagi mantan anggota DPRD ini, tampaknya jalan ke surga tidak mesti harus
berperan menjadi pejabat publik, tetapi berserius menguatkan keluarga
dan mendidik anak-anak hingga terbentuk generasi “Umar bin Abdul Aziz
baru” di jaman kalabendu ini juga jalan lempang menuju surga-Nya.
Satu lagi prinsip special suami teladan ini, “segala masalah dan
peristiwa yang muncul di hadapannya senantiasa disikapinya dengan
simpulan: ‘apik iki…’” (Mungkin maksudnya, “mesti ana apike” alias pasti ada sisi baiknya).
Begitulah, wajar saja jika selama hidup berdampingan dengan suami tipe
demikian, sang istri merasa selalu mendapat bimbingan “wahyu” (Puniko
sa”estu” kasunyatan, mboten goroh lho…. | suami beliau bernama "Wahyu"
-red). Akhirnya, Sang istri pun “sa-estu”, benar-benar senantiasa
damai, dekat, dan terus melayani. Kebahagiaan sejati pun senantiasa
mengaromai Rumah Cinta Nafisa, Mitra Keluarga Bahagia itu.
Semoga gemercik air di Kali Code dan pasir Merapi yang dibawanya turut
menjadi saksi atas perjuangan Rumah Cinta Nafisa, dan amal kebaikan para
penghuninya. Amiin.
0 komentar:
Posting Komentar