News Update :
INFO UNTUK ANDA : KETUA DPC : HERYANTO SEKUM DPC : ABI BENDAHARA : SULAEMAN BERSAMA MELAYANI RAKYAT #PKSPelayanRakyat ■

Para "Jenderal Perang" di Media Sosial

Selasa, 08 April 2014



[KOMPAS] - Masa tenang telah tiba, tetapi di media sosial suasana ”panas” tetap terasa. Perang justru makin terbuka. Tak sekadar perang program milik sendiri, beberapa akun diindikasikan sengaja melempar kampanye hitam yang menyerang kubu lain secara terbuka.

Hal yang melegakan, kampanye hitam kebanyakan berasal bukan dari akun-akun resmi partai politik. Karena itu, tak ada alasan perang di media sosial ini layak dilanjutkan di dunia nyata. Apa pun yang terjadi di media sosial, inilah dinamika dari teknologi canggih yang harus disikapi secara sederhana: dengarkan kata hati saja.

Lewat bantuan mesin analisis dari Politicawave, Kompas menelusuri akun-akun para ”jenderal perang” yang menjadi penabuh genderang kampanye dari tiap-tiap parpol. Selama sepekan terakhir, Politicawave menganalisis percakapan di media sosial, terutama Twitter, menyangkut ke-12 parpol nasional.

Hasilnya, didapatkan peta jaringan interaksi percakapan tiap parpol dalam pola mention map. Dalam peta jaringan tersebut, muncul akun-akun para aktor yang terlibat intensif dan dominan terkait dengan isu parpol tersebut.

”Tidak semua akun di sini adalah akun-akun pendukungnya. Ada akun penyerang dan media juga yang terdeteksi. Tapi, akun-akun jenderal perangnya juga bisa dilihat di peta jaringan ini,” kata Yose Rizal, Direktur Politicawave. Di peta jaringan percakapan ini, akun ”bot” sudah dibuang.

Fakta menarik, ternyata tak semua parpol memiliki jenderal perang yang dominan di media sosial. Kondisi seperti ini biasanya terjadi pada partai papan menengah ke bawah. Namun, partai papan atas juga tak semuanya memiliki serangan yang signifikan dan terpola.

Pada dasarnya, tak semua akun yang terjaring adalah akun resmi milik parpol bersangkutan. Juga perlu ditegaskan, tak semua akun resmi yang sengaja dibuat oleh parpol terjaring sebagai akun dominan.

Sebaliknya, suka tidak suka, akun-akun simpatisan dan sukarelawan yang sepertinya biasa saja terjaring dalam peta ini dan secara tak sengaja menjadi ”jenderal perang” dari parpol yang bersangkutan.

Peta jaringan paling mudah dibaca adalah milik PKS. Dari PKS, muncul akun @pkspiyungan yang daya tahannya dalam kampanye di media sosial sulit ditandingi. Muncul juga akun @hafidz_ary dan @pkswatch yang membela PKS.

Juru Bicara DPP PKS Mardani Ali Sera, Minggu (6/4), menjelaskan, PKS memiliki sekitar 300.000 prajurit di media sosial. Selain mengelola isu untuk dibahas, para prajurit itu juga bertugas memantau ”serangan” terhadap PKS.

Mayoritas prajurit di media sosial adalah kader. ”Sekitar 10 persen dari 300.000 itu adalah anak kader,” katanya.

DPP PKS sendiri hanya memiliki satu akun resmi di Twitter, yakni @pksejahtera.

Dari PAN tercatat @alvinlie21, @pan_marissa, dan @hr_fans. PAN termasuk partai yang tidak secara masif mengerahkan para prajurit media sosial untuk berkampanye.

Alvin Lie mengakui, dirinya bukanlah orang yang ditugasi untuk mengampanyekan PAN di media sosial. ”Saya hanya terpanggil secara moril untuk ikut membantu sosialisasi PAN,” ujarnya.

PAN, kata Alvin Lie, memang mengimbau para kader untuk memanfaatkan media sosial. ”Tapi, kami tak ada program khusus untuk membuat cyber army. Saya sendiri hanya meluangkan waktu senggang untuk main Twitter,” ucapnya.

Hal membingungkan ketika menganalisis peta jaringan PDI Perjuangan. Di PDI-P ternyata tak ada yang dominan menjadi panglima perang. Akun @jokowi_do2 memang banyak pengikutnya, tetapi tak menjadi akun dominan untuk mengampanyekan PDI-P.

Akun @pdi_perjuangan berusaha menjadi juru bicara PDI-P. Namun, dalam peta jaringan percakapan, suaranya tenggelam oleh percakapan ”tetangga”. Percakapan dengan sentimen positif memang banyak disumbang dari akun-akun sukarelawan PDI-P dan Jokowi. Akan tetapi, hingga pekan lalu, suara mereka belum dominan.

Golkar tampak tak memiliki pola kampanye yang beraturan karena tak ada akun yang dominan. Akun @aburizalbakrie dan @golkar5 tenggelam oleh percakapan kompetitor.

Dari Partai Demokrat, akun dominan adalah @dipoilhamdjalil, @ulil, serta @farhatabbaslaw.

Sementara itu, Gerindra memunculkan akun dominan @fadlizon, @gerindra, baru disusul @prabowo08.

Percakapan tentang PKB memang masih belum melimpah, tetapi pola kampanye media sosial terdeteksi dari @beritapkb dan @dkngardabangsa. Hal sama terjadi pada PBB, memunculkan akun dominan dari @pbb_ntb dan @yusrilihza_mhd.

PPP terdeteksi tak punya panglima signifikan. Terdeteksi akun @dpp_ppp yang belum mampu dominan. Nasdem memunculkan @ferrymbaldan, @nasdem. Adapun Hanura memunculkan @hary_tanoe dan @wiranto1947. Sementara itu, PKPI tak memiliki panglima di media sosial.

Kelas menengah

Pengamat politik Charta Politika Yunarto Wijaya menduga perbincangan di media sosial tidak menggambarkan lapisan masyarakat keseluruhan. Pasalnya, pengguna media sosial terbatas pada kelas menengah dan pemilih muda di kawasan urban.

”Meskipun demikian, kelas menengah adalah kelas yang bisa memengaruhi kelompok masyarakat lainnya. Kelas menengah diisi, antara lain, oleh pelaku usaha yang mempunyai banyak anak buah. Ia bisa memengaruhi bawahannya untuk mengikuti preferensinya terhadap parpol atau capres,” kata Yunarto.

Dengan demikian, analisis percakapan di media sosial juga cukup jitu untuk memperkirakan parpol atau capres yang akan menang dalam Pemilu 2014. (AMR/FAJ/NTA)

*koran KOMPAS (Senin, 7/4/2104) halaman 1

Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright OFFICIAL SITE DPC PKS TAMANSARI 2010 -2011 | ReDesign by DPC PKS TAMANSARI | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.