Habib Nabiel: Penghapusan Bea Masuk Kakao Belum Perlu
Kamis, 08 Mei 2014
Anggota Komisi IV DPR, Habib Nabiel Almusawa menilai saat ini belum perlu dilakukan penghapusan bea masuk kakao.
”Untuk mengatasi defisit bahan baku untuk industri kakao bisa diupayakan dari biji kakao yang selama ini dialokasikan untuk ekspor”, ucapnya mengomentari rencana Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang akan mengahapuskan bea masuk kakao.
Kemendag menerima usul penghapusan bea masuk itu dari Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI). AIKI mengeluhkan pasokan biji kakao lokal yang sekitar 480.000 ton/ tahun masih belum mencukupi kebutuhan industri yang sudah berkapasitas 600 ribu ton/tahun.
Namun dilain pihak Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) melaporkan, sepanjang Januari-Desember 2013, Indonesia masih mengekspor 188.000 ton bijih kakao non fermentasi.
Dari angka diatas, menurutnya, defisit bahan baku biji kakao sebesar 120 ribu. Sementara ekspornya sebanyak 188 ribu ton. ”Jadi sebetulnya defisit itu masih bisa dipenuhi oleh kakao dalam negeri yang dialokasikan untuk ekspor. Bahkan setelah pemenuhan tersebut, kita masih surplus 68 ribu ton”, paparnya.
"Ini masalah pendekatan dan komunikasi. Seharusnya tugas Kemendag adalah memfasilitasi lalu melakukan regulasinya, tidak hanya mendengar satu pengaduan lalu langsung membuat kebijakan. Prematur itu namanya", ucapnya.
Rencana Kemendag untuk menghapuskan bea masuk kakao ditentang oleh petani dan asosiasi petani. Mereka khawatir seandainya bea masuk kakao dinolkan, impor akan mengalir deras lalu para importir membuka gudang di Indonesia dan menyetok barang. Para pengusaha pengolahan coklat lebih memilih kakao impor karena mendapatkannya mudah dan kualitasnya lebih bagus. Hal ini bisa berdampak pada jatuhnya harga kakao dalam negeri.
“Pemerintah mestinya mendengar jeritan para petani tersebut”, pungkasnya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar