By : Ria Sanusi
Tulisan ini terinspirasi dari diskusi yang terjadi antara saya dengan
teman-teman di sebuah grup blackberry. Percakapan yang dibuka dengan
info dari saya tentang Fahri Hamzah yang mencak-mencak kepada para awak
media (wartawan) di salah satu stasiun TV, karena difitnah mempunyai
kedekatan dengan Ahmad Fathanah. Sebuah foto Fahri Hamzah yang sedang
makan bersama AF tersebar di banyak media, dimana foto tersebut dianggap
Fahri Hamzah hanya sebuah foto biasa saja. Namun oleh media sengaja
dibesar-besarkan, guna mendukung dugaan mereka mengenai adanya
"hubungan manis" antara Fahri Hamzah (PKS) dengan tersangka utama dalam
kasus suap impor daging sapi tersebut. Tanpa melakukan konfirmasi
terlebih dahulu kepada Fahri Hamzah, foto itupun menjadi sasaran empuk
para wartawan. Sehingga inilah yang membuat seorang Fahri Hamzah
meradang luar biasa kepada mereka.
Diskusi yang semula datar-datar saja, lama-kelamaan jadi semakin hangat
& alot. Begitu banyak komentar, tanggapan & argumentasi yang
disampaikan oleh saya & teman-teman se-grup. Yang jelas, pro &
kontra ramai mewarnai alur disksusi kami semalam. Dan saya adalah
termasuk salah seorang dari mereka yang "pro" dengan sikap keras (tegas)
Fahri Hamzah dalam menghadapi para wartawan/media yang nakal itu. Dari
diskusi yang cukup panjang ini, tiba-tiba ada seorang dari grup kami
mengusulkan kepada saya untuk membuat tulisan tentang FAHRI HAMZAH,
terutama yang berkenaan dengan masalah "karakter" beliau yang kami
anggap memiliki keunikan ini. Maka lahirlah tulisan ini, setelah
sebelumnya saya juga pernah mengulas sedikit tentang beliau dalam
tulisan saya yang berjudul : Fenomena Di antara 3”F”: Sebagai Apa Kita
Akan Dikenang?
Menulis tentang Fahri Hamzah, bagi saya adalah sesuatu yang fenomenal.
Karena entah mengapa, selalu ada "getaran" emosional yang mengikuti
setiap hentakan jemari saya diatas keybord laptop. Dan mungkin saja
dalam pemaparannya nanti, seakan-akan kental unsur subjektivitasnya.
Mengingat saya adalah salah seorang "fans"-nya (hehehe...). Padahal
terus terang saja, saya sendiri tidak pernah kenal dengan beliau.
Walaupun kalau soal nama saya memang sudah tidak asing lagi, dan sudah
terlalu sering mendengarnya. Namun sampai detik hari ini, saya belum
pernah sekalipun berjumpa apalagi berkomunikasi baik secara langsung
maupun tak langsung dengan beliau. Saya cuma tahu & sering melihat
Fahri Hamzah di TV, terlebih lagi sejak merebaknya kasus suap impor
daging sapi yang diduga melibatkan Ustadz Luthfi Hasan Ishaaq (LHI)
& PKS. Sejak itulah, saya sering mengikuti "sepak terjang" beliau,
meski tak semuanya.
Bagi saya, FAHRI HAMZAH memang memiliki satu "keunikan" yang jarang
dimiliki oleh orang lain. Terlebih lagi dalam tubuh para kader PKS, yang
memang sudah terkenal dengan kesantunan & kelemah-lembutannya ini.
Hadirnya seorang Fahri Hamzah dengan segala keunikannya itu, mau tidak
mau, suka tidak suka, harus diakui memang bahwa beliau telah berhasil
membuka mata dunia tentang "kepribadian" PKS selama ini. Dengan gayanya
yang khas orang NTB (keras & berapi-api), Fahri Hamzah selalu tampil
"berani". Maka tak heran, jika sosoknya selalu disegani oleh lawan,
namun tetap disayangi oleh kawan. Dan saya, adalah termasuk orang yang
sangat mengagumi karakter beliau tersebut. Dan karena "kekaguman" saya
ini, ada teman yang mencandai saya dengan mengatakan, karena saya &
Fahri Hamzah mempunyai satu kemiripan : SAMA-SAMA KERAS &
GARANG...!!! Hehehe...
Akan tetapi terlepas dari siapa Fahri Hamzah, disini saya tertarik untuk
mengulas sedikit tentang sifat & karakter manusia. Dari beberapa
referensi yang saya baca, ada perbedaan antara sifat & karakter
manusia. Kalau "sifat" lebih cenderung kepada yang berbentuk rangsangan
atau respon terhadap sesuatu. Misalnya penyayang, penyabar, pemaaf,
pemarah, iri, dengki dan lain-lain. Tidak permanen dan masih atau dapat
dirubah, namun perlu waktu yang lama serta tergantung kepada si pemilik,
mau merubahnya atau tidak. Sedangkan kalau "karakter" lebih cenderung
kepada masalah kejiwaan dan dia bisa merupakan kumpulan dari beberapa
sifat yang telah ada (cakupannya lebih luas). Cenderung permanen
(walaupun tidak mutlak juga), karena dalam perjalanannya, ternyata
faktor lingkungan juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam
membentuk/mempengaruhi sifat & karakter seseorang. Namun pada
dasarnya karakter ini sangat sulit untuk dirubah, sebab dia sudah
terbentuk secara alami dari sejak dalam kandungan. Dengan kata lain,
karakter merupakan sifat bawaan yang akan menjadi ciri khas dari setiap
manusia, yang sudah ditakdirkan oleh Allah SWT kepadanya.
Adapun kaitannya dengan Fahri Hamzah, dari beberapa kali penampilannya
baik di media cetak maupun elektronik, tentu saja orang sudah bisa
menebak bagaimana sifat & karakter beliau. Meskipun ternyata, orang
juga mempunyai persepsi yang berbeda-beda dalam memberikan
penilaiannya. Begitu pula yang terjadi pada diri saya & teman-teman
yang melakukan diskusi malam itu. Saya berdua teman diantara mereka,
sangat setuju dengan sikap Fahri Hamzah dalam menghadapi ulah wartawan
pada saat itu. Masih menurut kami (saya) pula, bahwa bukan tanpa sebab
atau alasan jika Fahri Hamzah marah kepada mereka. Serta bukan karena
merasa "sok jagoan" pula, Fahri Hamzah menunjukkan sifat/karakter
aslinya di hadapan para wartawan itu. Andai saja mereka beritikad baik,
masa iya Fahri Hamzah juga harus tetap memperlihatkan taringnya? Saya
rasa, Fahri Hamzah tidak akan segegabah itu. Beliau pun pasti masih
punya sopan santun serta memiliki akhlaq yang baik (plus cerdas). Dan
dalam pengamatan saya, belakangan ini juga sebetulnya Fahri Hamzah sudah
cukup "lunak dan jinak" dalam bersikap, setelah kemarin-kemarin selalu
tampil garang & seolah-olah ingin menerkam siapa saja yang
dianggapnya tak mampu berlaku adil & profesional.
Namun dimata beberapa orang teman (dalam diskusi kami), Fahri Hamzah
dinilai terlalu emosional. Menurut mereka, Fahri Hamzah tidak harus
selalu tampil garang. Harus mampu main tarik ulur dalam bersikap. Dan
menurut mereka pula, sebaiknya Fahri Hamzah tak perlu menanggapi ulah
nakal para awak media yang menyebarkan foto itu. Cool ajalah...begitu
kata mereka. Dan masih menurut mereka pula, orang diluar PKS tidak akan
simpati kepada yang sangar & meledak-ledak seperti Fahri Hamzah.
Bisa-bisa yang simpati malah jadi kabur, karena melihat gaya beliau.
Benarkah demikian? Salahkah penilaian dari teman-teman saya itu?
Tentu saja tidak. Sebab, memang dalam situasi dan kondisi tertentu kita
memang harus pandai-pandai menentukan sikap. Adakalanya kita harus
lembut, kalem & slowly dalam menghadapi suatu persoalan, tapi
adakalanya pula kita harus tampil "bak macan yang terganggu tidurnya"
dalam menanggapi persoalan yang lainnya. Dalam hal ini saya sependapat
dengan teman-teman saya. Akan tetapi dalam kasusnya Fahri Hamzah
kemarin, menurut saya sikap beliau sudah benar & wajar. Karena bukan
sekali dua kali ini, beliau (dan PKS) dibully habis-habisan oleh media
massa, tanpa melakukan konfirmasi terlebih dahulu sebelumnya. Masalah
akan ditinggalkan oleh pengikut/simpatisan PKS, saya rasa terlalu dini
untuk kita berasumsi demikian. Sebab menurut saya, hal itu tidaklah
berbanding lurus dengan apa yang telah dipertunjukkan oleh Fahri Hamzah
ataupun yang se-karakter dengannya.. Bagi para musuh (haters) PKS,
baiknya PKS tetap saja akan dinilai/dilihat buruk oleh mereka. Karena
kebencian & penyakit hati sudah begitu kuatnya menggerogoti
jiwa/pikiran mereka. Bagi para haters, PKS itu tidak ada nilai
baiknya...titik...!!!
Di PKS sendiri, ada banyak karakter manusia yang berkumpul. Ada Ust.
Mardani Ali Sera, Ust. Hidayat Nurwahid, Mahfudz Siddiq dan lain-lain
yang terkenal kalem/cool/low profile. Tapi ada juga Ust. Anis Matta,
Fahri Hamzah, Aboebakar AlHabsyi dan kawan-kawan yang tegas/lugas/keras.
Saya yakin, mereka ini pasti sudah memiliki peranannya masing-masing
dalam tugas menghadapi (meng-counter) berbagai macam masalah/kasus yang
menerpa PKS. Dan dalam sejarah Islam-pun kita sudah mengenal beberapa
karakteristik dari para sahabat Rasulullah saw. Ada Abubakar Assiddiq
yang penyabar & lemah lembut. Tapi ada pula seorang Umar bin
Khaththab yang garang & kemana-mana selalu membawa pedang
kesayangannya. Sampai-sampai diceritakan dalam riwayatnya, bahwa syetan
pun akan lari terbirit-birit jika berjumpa dengan Umar saking takutnya.
Namun dibalik ke"sangaran"nya itu, Umar bin Khaththab memiliki hati
selembut salju. Sejarah pun sudah banyak melukiskan tentang kelembutan
& kepekaan beliau ini. Yaaa...begitulah romantika, dinamika &
harmonisasi yang terjadi dalam dunia Islam. Begitu indah, serasi,
menakjubkan sekaligus juga sangat fenomenal..
Demikian pula yang terjadi dalam tubuh PKS. Diantara sekian banyak kader
yang berkecimpung & berkiprah di dalamnya, bukanlah suatu kebetulan
jika Fahri Hamzah yang selalu diamanahkan "tugas" untuk berhadapan
dengan orang-orang yang keras pula seperti dirinya. Sebagaimana yang
kerap kita saksikan akhir-akhir ini di berbagai media massa. Saya sangat
yakin, PKS pasti punya alasan yang kuat terhadap seorang Fahri Hamzah.
Apapun yang beliau lakukan, semua itu pasti tak lepas dari pantauan para
pengurus PKS. Lagi pula Fahri Hamzah bukanlah anak kemarin sore yang
baru terjun ke dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Pengalamannya
dalam berorganisasi dari sejak remaja sampai selanjutnya mendapat
kepercayaan sebagai anggota dewan DPR RI dari Fraksi PKS, telah
mengantarkan beliau menjadi seorang politikus yang handal dan selalu
diperhitungkan oleh lawan (musuh/haters PKS). :"Karakter" yang tegas,
lugas serta berapi-api itulah yang senantiasa mengiringi setiap gerak
& langkah Fahri Hamzah, kapan dan dimanapun beliau berada.
Begitulah, terlepas dari sikap pro-kontra atau benar-salah dari seorang
Fahri Hamzah, semua itu tentu adalah satu "keunikan" sekaligus juga
merupakan segudang kelebihan yang melekat pada dirinya. Disamping juga
merupakan asset berharga bagi partai dakwah yang bernama PKS, sama
seperti keunikan dan ke-khas-an dari para kader PKS lainnya. Dikarenakan
masing-masing orang selalu punya kelebihan serta kekurangannya, dan
itulah yang mampu memberi warna seindah pelangi dalam perjalanannya.
Dan saya pun teringat pada sepenggal tausyiah dari Ustadzah Srivira Chandra dalam sebuah acara seminar beberapa waktu yang lalu. Kata beliau, sifat dasar/karakter manusia itu gak perlu dirubah. Biarkan saja dia berkembang & mengalir (terbentuk/terpola) seperti apa adanya. Yang penting adalah si pemilik karakter bisa memposisikan dirinya sesuai dengan porsinya. Dan selama itu tidak menyimpang atau bertentangan dengan nilai-nilai Islam, monggo saja... (mengambil istilah Ust. Mardani Ali Sera) :D
Dan saya pun teringat pada sepenggal tausyiah dari Ustadzah Srivira Chandra dalam sebuah acara seminar beberapa waktu yang lalu. Kata beliau, sifat dasar/karakter manusia itu gak perlu dirubah. Biarkan saja dia berkembang & mengalir (terbentuk/terpola) seperti apa adanya. Yang penting adalah si pemilik karakter bisa memposisikan dirinya sesuai dengan porsinya. Dan selama itu tidak menyimpang atau bertentangan dengan nilai-nilai Islam, monggo saja... (mengambil istilah Ust. Mardani Ali Sera) :D
___
catatan penulis: Tulisan ini ku-persembahkan kepada saudara-saudara seperjuanganku di PKS Pamulang, specially "Hamasah.com" yang tersayang...
You'r my inspiration, and thanx to all...!!!
0 komentar:
Posting Komentar